LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA
TINDAKAN Trans Urethral Resection Prostatic
DI RUANG OK GBPT RSUD DR. SOETOMO
SURABAYA
Periode Tanggal : 29 APRIL 2002 s/d 3 mei
2002
DI SUSUN
OLEH :
SUBHAN, S.Kep
NIM 010030170 B
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
PROGRAM STUSI S.1 ILMU KEPERAWATAN
SURABAYA
2002
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Kasus Asuhan Keperawatan Klien dengan Benign Prostatic
Hyperplasia
Tindakan Trans Urethral Resection Prostatic
Di Ruang OK GBPT RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
|
Surabaya, 3 Mei 2002
Mahasiswa
Subhan, S.Kep
NIM. 010030170 B
|
Pembimbing Ruangan
Sri Harti AMd Kep
NIP. : 140077238
|
Pembimbing Akademik
Padoli S.Kp.
|
LAPORAN PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
KONSEP DASAR Benign ProstatIC Hyperplasia
Pengertian Benign Prostatic Hyperplasia
Benign Prostatic Hyperplasia adalah
pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa
atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar/jaringan fibromuskuler
yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD Dr
Soetomo, 1994 : 193).
Etiologi/Penyebabnya
Penyebab yang pasti dari terjadinya Benign
Prostatic Hyperplasia sampai sekarang belum diketahui secara pasti, tetapi
hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya Benign Prostatic Hyperplasia yaitu testis
dan usia lanjut.
Karena
etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga
timbulnya Benign Prostatic Hyperplasia antara lain :
1.
Hipotesis Dihidrotestosteron
(DHT)
Peningkatan 5
alfa reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel dan stroma dari
kelenjar prostatmengalami hiperplasia.
2.
Ketidak seimbangan estrogen –
testoteron
Dengan
meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan hormon Estrogen dan penurunan
testosteron sedangkan estradiol tetap. yang dapat menyebabkan terjadinya
hyperplasia stroma.
3.
Interaksi stroma - epitel
Peningkatan
epidermal gorwth faktor atau fibroblas gorwth faktor dan penurunan transforming
gorwth faktor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel.
4.
Penurunan sel yang mati
Estrogen yang
meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar
prostat.
5.
Teori stem cell
Sel stem yang
meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.
(Roger Kirby,
1994 : 38).
Anatomi
Dan Fisiologi Prostat
Kelenjar prostat terletak di bawah kandung
kemih dan mengelilingi / mengitari uretra posterior dan disebelah proximalnya
berhubungan dengan buli-buli, sedangkan bagian distalnya kelenjar prostat ini
menempel pada diafragma urogenital yang sering disebut sebagai otot dasar
panggul. Kelenjar ini pada laki-laki dewasa kurang lebih sebesar buah kemiri
atau jeruk nipis. Ukuran, panjangnya sekitar 4 - 6 cm, lebar 3 - 4 cm, dan tebalnya
kurang lebih 2 - 3 cm. Beratnya sekitar 20 gram.
Prostat terdiri dari :
·
Jaringan Kelenjar ® 50
- 70 %
·
|
·
Kapsul/Musculer
Kelenjar prostat menghasilkan cairan yang
banyak mengandung enzym yang berfungsi untuk pengenceran sperma setelah
mengalami koagulasi (penggumpalan) di dalam testis yang membawa sel-sel sperma.
Pada waktu orgasme otot-otot di sekitar prostat akan bekerja memeras cairan
prostat keluar melalui uretra. Sel – sel sperma yang dibuat di dalam testis akan
ikut keluar melalui uretra. Jumlah cairan yang dihasilkan meliputi 10 – 30 %
dari ejakulasi. Kelainan pada prostat yang dapat mengganggu proses reproduksi
adalah keradangan (prostatitis). Kelainan yang lain sepeti pertumbuhan yang
abnormal (tumor) baik jinak maupun ganas, tidak memegang peranan penting pada
proses reproduksi tetapi lebih berperanan pada terjadinya gangguan aliran
kencing. Kelainanyang disebut belakangan ini manifestasinya biasanya pada
laki-laki usia lanjut.
Patofisiologi
Sejalan dengan pertambahan
umur, kelenjar prostat akan mengalami hiperplasia, jika prostat membesar akan
meluas ke atas (bladder), di dalam mempersempit saluran uretra prostatica dan
menyumbat aliran urine. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal.
Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dan
buli-buli berkontraksi lebih kuat untuk dapat memompa urine keluar. Kontraksi
yang terus-menerus menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa :
Hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula dan
difertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan klien sebagai
keluhan pada saluran kencing bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptom/LUTS
(Basuki, 2000 : 76).
Pada fase-fase
awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus destrusor berhasil
dengan sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak banyak berubah.
Pada fase ini disebut Sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata. Lama kelamaan
kemampuan kompensasi menjadi berkurang dan pola serta kualitas miksi berubah,
kekuatan serta lamanya kontraksi dari muskulus destrusor menjadi tidak adekuat
sehingga tersisalah urine di dalam buli-buli saat proses miksi berakhir
seringkali Prostat Hyperplasia menambah kompensasi ini dengan jalan
meningkatkan tekanan intra abdominal (mengejan) sehingga tidak jarang disertai
timbulnya hernia dan haemorhoid puncak dari kegagalan kompensasi adalah tidak
berhasilnya melakukan ekspulsi urine dan terjadinya retensi urine, keadaan ini
disebut sebagai Prostat Hyperplasia Dekompensata. Fase Dekompensasi yang masih
akut menimbulkan rasa nyeri dan dalam beberapa hari menjadi kronis dan
terjadilah inkontinensia urine secara berkala akan mengalir sendiri tanpa dapat
dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap penuh. Ini terjadi oleh karena
buli-buli tidak sanggup menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan
kompensasi adalah ketidak mampuan otot detrusor memompa urine dan menjadi
retensi urine. Retensi urine yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi
ginjal (Sunaryo, H. 1999 : 11)
TESTIS USIA
LANJUT
PADA FASE AWAL
PROSTAT HYPERPLASIA
POLA DAN KUALITAS
MIKSI BERUBAH
KONTRAKSI MUSKULUS DESTRUSSOR
TIDAK ADEKUAT (LEMAH)
RETENSIO URINE TOTAL RESIDUAL
URINE
(FASE DEKOMPENSASI)
|
|
||||||
Proses Miksi
Fase pengisian
Pves :
< 20 cm H2O
Pup :
60 – 100 cm H2O
Fase ekspulsi :
Isi blader 200 – 300 ml
Mulai terangsang
ingin kencing
Reseptor Strecth
Syaraf Otonom PS S2 -
4
Tonus Bladder 60 –
120 cm H2O (ingin kencing)
Up membuka, sp. Eks masih menutup
BPH P up meningkat
Kontraksi Detrusor
meningkat
Hipertropi
P Ves > P up P
Ves < P up
Fase Kompensata Fase
Decompensata
Kualitas miksi
masih baik Retensio
Urine
Gejala Benign
Prostatic Hyperplasia
Gejala klinis yang
ditimbulkan oleh Benign Prostatic Hyperplasia disebut sebagai Syndroma
Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :
1.
Gejala Obstruktif yaitu :
a.
Hesitansi yaitu memulai kencing
yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena
otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan
intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
b.
Intermitency yaitu
terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot
destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
c.
Terminal dribling yaitu
menetesnya urine pada akhir kencing.
d.
Pancaran lemah : kelemahan
kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui
tekanan di uretra.
e.
Rasa tidak puas setelah
berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
2.
Gejala Iritasi yaitu :
a.
Urgency yaitu perasaan ingin
buang air kecil yang sulit ditahan.
b.
Frekuensi yaitu penderita miksi
lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada
siang hari.
c.
Disuria yaitu nyeri pada waktu
kencing.
Derajat Benigne Prostat Hyperplasia
Benign Prostatic Hyperplasia terbagi dalam
4 derajat sesuai dengan gangguan klinisnya :
1.
Derajat satu, keluhan
prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1 – 2 cm, sisa urine kurang 50 cc,
pancaran lemah, necturia, berat + 20 gram.
2.
Derajat dua, keluhan miksi
terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah berat, panas badan tinggi
(menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih menonjol, batas atas masih
teraba, sisa urine 50 – 100 cc dan beratnya + 20 – 40 gram.
3.
Derajat tiga, gangguan lebih
berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba, sisa urine lebih 100 cc,
penonjolan prostat 3 – 4 cm, dan beratnya 40 gram.
4.
Derajat empat, inkontinensia,
prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada penyulit keginjal seperti gagal ginjal,
hydroneprosis.
Pengkajian
Pre operatif Benigne Prostat Hyperplasia
Riwayat
Keperawatan
-
Suspect BPH ® umur > 60 tahun
-
Pola urinari : frekuensi,
nocturia, disuria.
-
Gejala obstruksi leher
buli-buli : prostatisme (Hesitansi, pancaran, melemah, intermitensi, terminal
dribbling, terasa ada sisa) Jika frekuensi dan noctoria tak disertai gejala
pembatasan aliran non Obstruktive seperti infeksi.
-
BPH ® hematuri
Pemahaman
klien tentang kejadian
-
Ahli bedah bertanggung jawab,
untuk menjelaskan sifat operasi, semua pilihan alternatif, hasil yang
diperkirakan dan kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi. Ahli bedah
mendapatkan dua consent (ijin) satu untuk prosedur bedah dan satu untuk
anestesi. Perawat bertanggung jawab untuk menentukan pemahaman klien tentang
informasi, lalu memberitahu ahli bedah apakah diperlukan informasi lebih banyak
(informed consent).
Kondisi akut dan kronis :
-
Untuk mengkompensasi pengaruh
trauma bedah dan anestesi, tubuh manusia membutuhkan fungsi pernafasan,
sirkulasi, jantung, ginjal, hepar dan hematopoetik yang optimal. Setiap kondisi
yang mengganggu fungsi sistem ini (misalnya: DM, gagal jantung kongestif, PPOM.
Anemia, sirosuis, gagal ginjal) dapat mempengaruhi pemulihan. Disamping itu
faktor lain, misalnya usia lanjut, kegemukan dan penyalahgunaan obat / alkohol
membuat klien lebih rentan terhadap komplikasi.
Pengalaman
bedah sebelumnya
-
Perawat mengajukan pertanyaan
spesifik pada klien tentang pengalaman pembedahan masa lalu. Informasi yang
didapatkandigunakan untuk meningkatkan kenyamanan (fisik dan psikologis) untuk
mencegah komplikasi serius.
Status
Nutrisi
-
Status nutrisi klien
praoperatif secara langsung mempengaruhi responnya pada trauma pembedahan dan
anestesi. Setelah terjadi luka besar, baik karena trauma atau bedah, tubuh
harus membentuk dan memperbaiki jaringan serta melindungi diri dari infeksi.
Untuk membantu proses ini, klien harus meningkatkan masukan protein dan
karbohidrat dengan cukup untuk mencegah keseimbangan nitrogen negatif,
hipoalbuminemia, dan penurunan berat badan. Status nutrisi merupakan akibat
masukan tidak adekuat, mempengaruhi metabolik atau meningkatkan kebutuhan
metabolik.
Status
cairan dan elektrolit
-
Klien dengan gangguan
keseimbangan cairan dan elektolit cenderung mengalami shock, hipotensi,
hipoksia, dan disritmia, baik pada intraoperatif dan pascaoperatif. Fluktuasi
valume cairan merupakan akibat dari penurunan masukan cairan atau kehilangan
cairan abnormal.
Status
emosi.
-
Respon klien, keluarga dan
orang terdekat pada tindakan pembedahan yang direncanakan tergantung pada
pengalaman masa lalu, strategi koping, signifikan pembedahan dan sistem
pendukung.
-
Kebanyakan klien dengan
pembedahan mengalami ancietas dan ketakutan yang disebabkan penatalaksanaan
tindakan operasi, nyeri, dan immobilitas.
1.
Pemeriksaan Fisik
·
Perhatian khusus pada abdomen ;
Defisiensi nutrisi, edema, pruritus, echymosis menunjukkan renal insufisiensi
dari obstruksi yang lama.
·
Distensi kandung kemih
·
Inspeksi : Penonjolan pada
daerah supra pubik ® retensi
urine
·
Palpasi : Akan terasa adanya
ballotement dan ini akan menimbulkan pasien ingin buang air kecil ® retensi urine
·
Perkusi : Redup ® residual urine
·
Pemeriksaan penis : uretra
kemungkinan adanya penyebab lain misalnya stenose meatus, striktur uretra, batu
uretra/femosis.
·
Pemeriksaan Rectal Toucher
(Colok Dubur) ® posisi knee chest
Syarat : buli-buli
kosong/dikosongkan
Tujuan : Menentukan
konsistensi prostat
Menentukan
besar prostat
2.
Pemeriksaan Radiologi
Pada Pemeriksaan
Radiologi ditujukan untuk
a.
Menentukan volume Benign
Prostatic Hyperplasia
b.
Menentukan derajat disfungsi
buli-buli dan volume residual urine
c.
Mencari ada tidaknya kelainan
baik yang berhubungan dengan Benign Prostatic Hyperplasia atau tidak
Beberapa
Pemeriksaan Radiologi
a.
Intra Vena Pyelografi ( IVP ) : Gambaran trabekulasi buli, residual urine post miksi, dipertikel
buli.
Indikasi : disertai hematuria, gejala iritatif
menonjol disertai urolithiasis
Tanda BPH : Impresi prostat, hockey stick ureter
b.
BOF : Untuk mengetahui adanya kelainan pada renal
c.
Retrografi dan Voiding
Cystouretrografi : untuk melihat ada tidaknya
refluk vesiko ureter/striktur uretra.
d.
USG : Untuk menentukan volume urine, volume residual urine dan menilai
pembesaran prostat jinak/ganas
3.
Pemeriksaan Endoskopi.
4.
Pemeriksaan Uroflowmetri
Berperan penting
dalam diagnosa dan evaluasi klien dengan obstruksi leher buli-buli
Q max : > 15 ml/detik ® non obstruksi
10 - 15 ml/detik ® border
line
< 10 ml/detik ®
obstruktif
5.
Pemeriksaan Laborat
·
Urinalisis (test glukosa,
bekuan darah, UL, DL, RFT, LFT, Elektrolit, Na,/K, Protein/Albumin, pH dan
Urine Kultur)
Jika infeksi:pH
urine alkalin, spesimen terhadap Sel Darah Putih, Sel Darah Merah atau PUS.
·
RFT ® evaluasi fungsi renal
·
Serum Acid Phosphatase ® Prostat Malignancy.
Trauma bedah
yang direncanakan, menimbulkan rentang respon fisiologis dan psikologis pada
klien, tergantung pada individu dan pengalaman masa lalu yang unik, pola
koping, kekuatan dan keterbatasan. Kebanyakan klien dan keluarganya memandang
setiap tindakan bedah merupakan peristiwa besar dan mereka bereaksi dengan
takut dan ansietas pada tingkat tertentu.
Pengertian
Keperawatan Pre operatif
Keperawatan
Perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan tanggung jawab
keperawatan yang berhubungan dengan fase-fase preoperatif, intraoperatif,
pemulihan pascaanestesi dan pascabedah.
Sepanjang
periode perioperatif, perawat menerapkan proses keperawatan untuk
mengidentifikasi fungsi positip, perubahan fungsi, dan potensial perubahan
fungsi pada klien. Adapun tanggung jawab keperawatan untuk masing-masing fase
berfokus pada masalah kesehatan spesifik aktual atau resiko.
Fokus
Asuhan Keperawatan Pada periode Pre operatif
1.
Fase Preoperatif
a.
Pengkajian Preoperatif
b.
Penyuluhan Preoperatif
c.
Persiapan untuk pindah ke ruang
operasi
d.
Dukungan orang terdekat
2.
Fase Intraoperatif
a.
Keamanan lingkungan
b.
Kontrol Asepsis
c.
Pemantauan fisiologis
d.
Dukungan psikologis
(prainduksi)
e.
Pemindahan ke ruang pemulihan
pascaanestesi
3.
Fase Pemulihan Pascaanestesi
a.
Pemantauan fisiologis (jantung,
pernafasan, sirkulasi, ginjal dan neurologis)
b.
Dukungan psikologis
c.
Keamanan lingkungan
d.
Tindakan kenyamanan
e.
Stabilitas untuk pindah ke unit
atau bangsal
4.
Fase Pascaoperatif
a.
Pemantauan fisiologis
b.
Dukungan psikologis Tindakan
kenyamanan
c.
Dukungan orang terdekat
d.
Keseimbangan fisiologis
(nutrisi, cairan dan eliminasi)
e.
Mobilisasi
f.
Penyembuhan luka
g.
Penyuluhan pulang.
Diagnosa
Keperawatan Pre Operasi
1.
Gangguan pemenuhan kebutuhan
eliminasi (retensio urine) baik akut maupun kronis berhubungan dengan obstruksi
akibat pembesaran prostat/dekompresi otot detrussor ditandai dengan urine
menetes, sering buang air kecil, buang air kecil sedikit-sedikit tidak bisa
mengosongkan kandung kencing secara total, distensi kandung kencing.
2.
Gangguan rasa nyaman (nyeri)
berhubungan dengan iritasi mukosa/distensi kandung kencing/kolik renal/infeksi
saluran kencing ditandai dengan keluhan nyeri spasme kandung kemih, perubahan
tonus otot, merintih kesakitan.
3.
Cemas berhubungan dengan
rencana pembedahan dan kehilangan status kesehatan serta penurunan kemampuan
sexual ditandai dengan peningkatan tensi, ungkapan rasa takut
4.
Dysfungsi sexual berhubungan
dengan obstrusi perkemihan.
5.
Kurang pengetahuan tentang
sifat penyakit, tujuan tindakan yang diprogramkan dan pemeriksaan diagnostik
berhubungan dengan kurangnya informasi /terbatasnya informasi/informasi yang
keliru ditandai dengan pasien sering bertanya, perintah yang tidak dituruti dan
perkembangan infeksi tidak dapat dicegah.
6.
Gangguan pola tidur berhubungan
dengan sering miksi pada malam hari
7.
Resiko injury dan resiko
infeksi berhubungan dengan obstruksi perkemihan
8.
Resiko tinggi terhadap infeksi
berhubungan dengan pemasangan Dower Cateter yang lama
Diagnosa
Keperawatan Post Operasi
1.
Terjadinya perdarahan berhubungan dengan tindakan bedah (reseksi).
2.
Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan akibat reseksi
3.
Cemas berhubungan dengan proses penyakitnya yang masih dapat kambuh
lagi.
4.
Resiko terjadinya retensi urine berhubungan dengan obstruksi saluran
kateter oleh bekuan darah/klot.
5.
Resiko terjadinya kelebihan cairan dalam tubuh (Syndroma TUR)
berhubungan dengan adanya penyerapan cairan irigasi yang berlebihan.
Perencanaan/Penatalaksanaan
Tujuan: klien tidak akan mengalami berbagai komplikasi dari
pengobatan retensi Urine.
Intervensi:
A Non Pembedahan
1.
Memperkecil gejala obstruksi ® hal-hal yang menyebabkan pelepasan cairan prostat.
(1) Prostatic massage
(2) Frekuensi coitus meningkat
(3) Masturbasi
2.
Menghindari minum banyak dalam
waktu singkat, menghindari alkohol dan diuretic mencegah oven distensi kandung
kemih akibat tonus otot detrussor menurun.
3.
Menghindari obat-obat penyebab
retensi urine seperti : anticholinergic, anti histamin, decongestan.
4.
Observasi Watchfull Waiting
Yaitu pengawasan
berkala/follow – up tiap 3 – 6 bulan kemudian setiap tahun tergantung keadaan
klien
Indikasi : BPH dengan IPPS Ringan
Baseline data
normal
Flowmetri non
obstruksi
5.
Terapi medikamentosa pada
Benigne Prostat Hyperplasia
Terapi ini
diindikasikan pada Benigne Prostat Hyperplasia dengan keluhan ringan, sedang
dan berat tanpa disertai penyulit serta indikasi pembedahan, tetapi masih
terdapat kontra indikasi atau belum “well motivated”. Obat yang digunakan
berasal dari Fitoterapi, Golongan Supressor Androgen dan Golongan Alfa Bloker.
a.
Fito Terapi
a)
Hypoxis rosperi (rumput)
b)
Serenoa repens (palem)
c)
Curcubita pepo (waluh )
b.
Pemberian obat Golongan
Supressor Androgen/anti androgen :
a)
Inhibitor 5 alfa reduktase
b)
Anti androgen
c)
Analog LHRH
c.
Pemberian obat Golongan Alfa
Bloker/obat penurun tekanan diuretra-prostatika : Prazosin, Alfulosin,
Doxazonsin, Terazosin
6.
Bila terjadi retensi urine
a.
Kateterisasi ® Intermiten
Indwelling
b.
Dilakukan pungsi blass
c.
Dilakukan cystostomy
7.
Prostetron (Trans Uretral
Microwave Thermoterapy/TUMT)
B. Pembedahan
1.
Trans Uretral Reseksi Prostat : 90 -
95 %
2.
Open Prostatectomy : 5
- 10 %
BPH yang besar
(50 - 100 gram) ® Tidak habis direseksi dalam 1 jam.
Disertai Batu
Buli Buli Besar (>2,5cm), multiple. Fasilitas TUR tak ada.
Mortalitas Pembedahan BPH
0 -
1 % KAUSA :
Infark Miokatd
Septikemia
dengan Syok
Perdarahan
Massive
Kepuasan
Klien :
66 – 95 %
Indikasi
Pembedahan BPH
ü Retensi urine akut
ü Retensi urine kronis
ü Residual urine lebih dari 100 ml
ü BPH dengan penyulit
v
Hydroneprosis
v
Terbentuknya Batu Buli
v
Infeksi Saluran Kencing
Berulang
v
Hematuri berat/berulang
v
Hernia/hemoroid
v
Menurunnya Kualitas Hidup
v
Retensio Urine
v
Gangguan Fungsi Ginjal
ü Terapi medikamentosa tak berhasil
ü Sindroma prostatisme yang progresif
ü Flow metri yang menunjukkan pola obstruktif
v
Flow. Max kurang dari 10 ml
v
Kurve berbentuk datar
v
Waktu miksi memanjang
Kontra Indikasi
·
IMA
·
CVA akut
Tujuan
:
·
Mengurangi gejala yang disertai
dengan obstruksi leher buli-buli
·
Memperbaiki kualitas hidup.
1)
Trans Uretral Reseksi
Prostat ® 90 - 95 %
Dilakukan bila
pembesaran pada lobus medial.
Keuntungan :
·
Lebih aman pada klien yang
mengalami resiko tinggi pembedahan
·
Tak perlu insisi pembedahan
·
Hospitalisasi dan penyebuhan
pendek
Kerugian :
·
Jaringan prostat dapat tumbuh
kembali
·
Kemungkinan trauma urethra ® strictura urethra.
2)
Retropubic Atau
Extravesical Prostatectomy
® Prostat terlalu besar tetapi tak ada masalah kandung kemih.
3)
Perianal Prostatectomy
ü
Pembesaran prostat disertai
batu buli-buli
ü
Mengobati abces prostat yang
tak respon terhadap terapi conservatif
ü
Memperbaiki komplikasi :
laserasi kapsul prostat
4)
Suprapubic Atau
Tranvesical Prostatectomy
Periode PRE OPERATIF CARE
Mengkaji
kecemasan klien, mengoreksi miskonsepsi tentang pembedahan dan memberikan
informasi yang akurat pada klien
·
Type pembedahan
·
Jenis anesthesi ® TUR – P, general / spina anesthesi
·
Cateter : folly cateter,
Continuous Bladder Irigation (CBI).
Persiapan
orerasi lainnya yaitu :
·
Pemeriksaan lab. Lengkap : DL,
UL, RFT, LFT, pH, Gula darah, Elektrolit
·
Pemeriksaan EKG
·
Pemeriksaan Radiologi : BOF,
IVP, USG, APG.
·
Pemeriksaan Uroflowmetri ® Bagi penderita yang tidak memakai kateter.
·
Pemasangan infus dan puasa
·
Pencukuran rambut pubis dan
lavemen.
·
Pemberian Anti Biotik
·
Surat Persetujuan Operasi
(Informed Concern).
Periode Intra Operatif CARE
Pengelolaan Keamanan:
a.
Jaminan penghitungan kasa,
jarum, instrumen dan alat lain, cocok untuk pemakaian.
b.
Mengatur posisi pasien
-
Posisi fungsional
-
Membuka daerah untuk operasi
-
Mempertahankan posisi selama
prosedur.
c.
Memasang alat grounding
d.
Menyiapkan bantuan fisik
Pemantauan fisiologis
a.
Mengkalkulasi pengaruh terhadap
pasien akibat kekurangan cairan
b.
Membandingkan data normal dan
abnormal dari cardiopulmonal.
c.
Melaporkan perubahan-perubahan
tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah dan RR.)
Pemantauan psikologi sebelum induksi dan
bila pasien sadar
a.
Menyiapkan bantuan emosional
b.
Melanjutkan observasi status
emosional
c.
Mengkomunikasikan status
emosional pasien kepada anggota tim.
Manajemen Keperawatan
a.
Menyelamatkan keselamatan fisik
pasien.
b.
Mempertahankan aseptis pada
lingkungan yang terkendali
c.
Mengelola dengan efektif sumber
daya manusia.
Anggota Tim Fase intraoperatif
a.
Tim bedah utama steril
-
Ahli bedah utama
-
Asisten ahli bedah
-
Perawat instrumentator.
b.
Tim anestesi:
-
Ahli anestesi atau pelaksana
anestesi
-
Circulating nurse
-
Lain-lain (tehnisi, ahli
aptologi dll.)
Tugas perawat instrumentator
a.
Persiapan pengadaan bahan-bahan
dan alat steril yang diperlukan untuk operasi.
b.
Membantu ahli bedah dan asisten
bedah waktu melakukan prosedur
c.
Pendidikan bagi staf baru yang
berkualifikasi bedah
d.
Membantu jumlah kebutuhan
jarum, pisau bedah, kasa atau instrumen yang diperlukan untuk prosedur, menurut
jumlah yang biasa digunakan. Untuk pelaksanaan kegiatan yang efektif perawat
instrumen harus memiliki pengetahuan tehnik aseptik yang baik, ketrampilan
tangan dan ketangkasan, stamina fisik, tahan terhadap berbagai desakan, sangat
menghayati kecermatan dan memperhitungkan prilaku yang menuntaskan asuhan
pasien yang optimal.
Tugas Perawat Circulating
Perawat keliling memegang peranan dalam
keseluruhan pengelolaan ruang operasi, perawat ini dipercaya untuk koordinasi
semua aktivitas di dalam ruangan dan harus mengelola asuhan keperawatan yang
diperluikan pasien.
Periode Pemulihan Pasca Anestesi
Trauma bedah dan anestesi mengganggu semua
fungsi utama sistem tubuh, tetapi kebanyakan klien mempunyai kemampuan
kompensasi untuk memulihkan homeostasis. Namun klien tertentu berisiko lebih
tinggi untuk mengalami kompensasi tak efektif terhadap efek merugikan dari
pembedahan dan anestesi pada jantung, sirkulasi, pernafasan dan fungsi lain.
Secara Umum Diagnosa Keperawatan yang
muncul pada fase /periode pemulihan pasca anrestesi adalah :
a.
Resiko terhadap aspirasi yang
berhubungan dengan samnolen dan peningkatan sekresi sekunder terhadap intubasi.
b.
Ansietas yang berhubungan
dengan nyeri sekunder terhadap trauma pada jaringan dan syaraf.
c.
Resiko terhadap cedera yang
berhubungan dengan samnolen sekunder terhadap anestesia
d.
Resiko terhadap hipotermia yang
berhubungan dengan pemaparan pada suhu ruang operasi yang dingin.
Kriteria umum syarat pasien dipindahkan
dari ruang pemulihan pasca anestesi ke unit perawatan adalah sbb. :
a.
Kemampuan memutar kepala
b.
Ekstubasi dengan jalan nafas
bersih.
c.
Sadar, mudah terbangun.
d.
Tanda-tanda vital stabil
e.
Balutan kering dan utuh
f.
Haluaran urine sedikitnya 30
ml/jam.
g.
Drain, selang , jalur intravena
paten dan berfungsi.
h.
Persetujuan ahli anestesi untuk
pindah ke ruangan.
Periode POST OPERATIF CARE
Post operatif care pada dasarnya sama
seperti pasien lainnya yaitu monitoring terhadap respirasi, sirkulasi dan
kesadaran pasien :
1.
Airway : Bebaskan jalan fafas
Posisi kepala
ekstensi
Breathing :
Memberikan O2 sesuai dengan kebutuhan
Observasi
pernafasan
Cirkulasi : mengukur tensi, nadi, suhu
tubuh, pernafasan, kesadaran dan produksi urine pada fase awal (6jam) paska
operasi harus dimonitor setiap jam dan harus dicatat.
Bila pada fase
awal stabil, monitor/interval bisa 3 jam sekali
Bila tensi
turun, nadi meningkat (kecil), produksi urine merah pekat harus waspada
terjadinya perdarahan ® segera
cek Hb dan lapor dokter.
Tensi meningkat
dan nadi menurun (bradikardi), kadar natrium menurun, gelisah atau delir harus
waspada terjadinya syndroma TUR ® segera
lapor dokter.
Bila produksi
urine tidak keluar (menurun) dicari penyebabnya apakah kateter buntu oleh
bekuan darah ® terjadi retensi urine dalam buli-buli ® lapor dokter, spoling dengan PZ tetesan tergantung dari warna urine
yang keluar dari Urobag. Bila urine sudah jernih tetesan spoling hanya
maintennens/dilepas dan bila produksi urine masih merah spoling diteruskan
sampai urine jernih.
Bila perlu
Analisa Gas Darah
Apakah terjadi
kepucatan, kebiruan.
Cek lab : Hb,
RFT, Na/K dan kultur urine.
2.
Pemberian Anti Biotika
ü
Antibiotika profilaksis,
diberikan bila hasil kultur urine sebelum operasi steril. Antibiotik hanya
diberikan 1 X pre operasi + 3 – 4 jam sebelum operasi.
ü
Antibiotik terapeutik,
diberikanpada pasien memakai dower kateter dari hasil kultur urine positif.
Lama pemberian + 2 minggu, mula-mula diberikan parenteral diteruskan
peroral. Setiap melepas kateter harus diberikan antibiotik profilaksis untuk
mencegah septicemia.
3.
Perawatan Kateter
Kateter uretra
yang dipasang pada pasca operasi prostat yaitu folley kateter 3 lubang (treeway
catheter) ukuran 24 Fr.
Ketiga lubang tersebut
gunanya :
1.
untuk mengisibalon, antara 30 –
40 ml cairan
2.
untuk melakukan irigasi/spoling
3.
untuk keluarnya cairan (urine
dan cairan spoling).
Setelah 6 jam
pertama sampai 24 jam kateter tadi biasanya ditraksi dengan merekatkan ke salah
satu paha pasien dengan tarikan berat beban antara 2 – 5 kg. Paha ini tidak
boleh fleksi selama traksi masih diperlukan.
Paling lambat
pagi harinya traksi harus dilepas dan fiksasi kateter dipindahkan ke paha
bagian proximal/ke arah inguinal agar tidak terjadi penekanan pada uretra
bagian penosskrotal. Guna dari traksi adalah untuk mencegah perdarahan dari
prostat yang diambil mengalir di dalam buli-buli, membeku dan menyumbat pada
kateter.
Bila terlambat
melepas kateter traksi, dikemudian hari terjadi stenosis leher buli-buli karena
mengalami ischemia.
Tujuan pemberian
spoling/irigasi :
1.
Agar jalannya cairan dalam
kateter tetap lancar.
2.
Mencegah pembuntuan karena
bekuan darah menyumbat kateter
3.
Cairan yang digunakan spoling H2O
/ PZ
Kecepatan
irigasi tergantung dari warna urine, bila urine merah spoling dipercepat dan
warna urine harus sering dilihat. Mobilisasi duduk dan berjalan urine tetap
jernih, maka spoling dapat dihentikan dan pipa spoling dilepas.
Kateter dilepas
pada hari kelima. Setelah kateter dilepas maka harus diperhatikan miksi
penderita. Bisa atau tidak, bila bisa berapa jumlahnya harus diukur dan dicatat
atau dilakukan uroflowmetri.
Sebab-sebab
terjadinya retensio urine lagi setelah kateter dilepas :
1.
Terbentuknya bekuan darah
2.
Pengerokan prostat kurang
bersih (pada TUR) sehingga masih terdapat obstruksi.
A.
TUR – P
Setelah TUR – P
klien dipasang tree way folley cateter dengan retensi balon 30 – 40 ml. Kateter
di tarik untuk membantu hemostasis
Intruksikan
klien untuk tidak mencoba mengosongkan bladder Otot bladder kontraksi ® nyeri spasme
CBI (Continuous
Bladder Irigation) dengan normal salin ® mencegah obstruksi atau komplikasi lain CBI – P. Folley cateter
diangkat 2 – 3 hari berikutnya
Ketika kateter
diangkat timbul keluhan : frekuensi, dribbling, kebocoran ® normal
Post TUR – P :
urine bercampur bekuan darah, tissue debris ® meningkat ® intake
cairan minimal 3000 ml/hari ® membantu
menurunkan disuria dan menjaga urine tetap jernih.
B.
OPEN PROSTATECTOMY
Resiko post
operative bleeding pada 24 jam pertama oleh karena bladder spsme atau
pergerakan
Monitor out put
urine tiap 2 jam dan tanda vital tiap 4 jam
Arterial
bleeding ® urine kemerahan (saos) + clotting
Venous bleeding ® urine seperti anggur ® traction
kateter
Vetropubic
prostatectomy
Observasi :
drainage purulent, demam, nyeri meningkat ® deep wound infection, pelvic abcess
Suprapubic
prostatectomy
ü Perlu Continuous Bladder Irigation via suprapubic ® klien diinstruksikan tetap tidur sampai Continuous Bladder
Irigation dihentikan
ü Kateter uretra diangkat hari 3 – 4 post op
ü Setelah kateter diangkat, kateter supra pubic di clamp dan klien
disuruh miksi dan dicek residual urine, jika residual urine ± 75 ml, kateter
diangkat
EVALUASI
Kreteria yang diharapkan terhadap diagnosis
yang berhubungan dengan obstruksi urinari adalah :
1.
Mengatasi obstruksi urine tanpa
infeksi atau komplikasi yang permanen
2.
Tidak mengalami tekanan atau
nyeri berkepanjangan
3.
Mengungkapkan penurunan atau
tak adanya kecemasan tentang retensio urine.
4.
Menunjukan tingkat fungsi sexual kembali
sebagaimana sebelumnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Carpenito, Linda Jual. (1995). Rencana Asuhan &
Dokumentasi Keperawatan (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Djanalaeoni H. (1977). Aseptik dan Antiseptik.
Volume 6. Ropanasuri.
Doenges, et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan
(terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume I (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Hardjowijoto S. Pemeriksaan Sistoskopi. Seksi/Program Studi Urologi
Unair.
Hardjowijoto S.
(1999) .Benigna
Prostatic Hyperplasia. Airlangga University Press. Surabaya
Long, Barbara C.
(1996). Perawatan
Medikal Bedah.
Volume I. (terjemahan).Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran.
Bandung.
Puruhito. (1989). Tata Kerja Kamar Operasi. Surabaya.
Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
II. FKUI. Jakarta.
Soesanto Wibowo,
Puruhito, Setiono Basuki. Pedoman Teknik Operasi.
Sumartono, M.,
Gardjito, W., Hardjowijoto, S. (1983). Reseksi Transuretral Pada Hyperplasia Benigna dari
Kelenjar Prostat.
Bagian ilmu bedah Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
TINJAUAN KASUS
I.
PENGKAJIAN
Waktu :
30 April 2002
Tempat :
Ruang OK GBPT Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya .
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.
Robertus Parno
Umur : 54
Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia.
Agama :
Katolik.
Pekerjaan : PNS
Pendidikan : S 1
Alamat Pemda II R
5 Kotaraja Jayapura Papua.
Tanggal MRS : 29 April 2002.
Cara Masuk : Lewat
Poliklinik RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Diagnosa Medis : Benigne Prostat Hyperplasia
Grade II
Alasan Dirawat : Akan dioperasi/tidak
dapat buang air kecil
Keluhan Utama : Sulit buang air kecil
2.
RIWAYAT KEPERAWATAN
(NURSING HISTORY)
1)
Riwayat Penyakit
Sekarang
Karena susah
buang air kecil sejak 2 minggu yang lalu kemudian berobat ke poliklinik di
Rumah Sakit Jayapura, dilakukan pemeriksaan ternyata ditemukan pembesaran
prostat kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah dr Soetomo Surabaya untuk
menunggu rencana operasi tanggal 30 April 2002.
2)
Riwayat Penyakit Dahulu
Klien sebelumnua
tidak pernah mengalami kelainan seperti yang dideritanya sekarang ini.
Hipertensi (+). DM (-), Sesak (-), Asma (-).
3)
Riwayat Kesehatan
Keluarga
Klien mengatakan
bahwa tidak ada keluarganya yang mengalami penyakit seperti yang dideritanya
sekarang ini
4)
Keadaan Kesehatan
Lingkungan
Klien mengatakan
bahwa Lingkungan rumah tempat tinggal cukup bersih
5)
Riwayat Kesehatan
Lainnya
Alat bantu yang
dipakai ® Kaca mata
3.
OBSERVASI DAN
PEMERIKSAAN FISIK
1)
Keadaan Umum baik
2)
Tanda-tanda vital
Suhu : 36 0C
Nadi : 92 X/menit. Kuat dan teratur
Tekanan darah : 130/90 mmHg.
Respirasi : 16 x/menit
3)
Body Systems
(1)
Pernafasan (B 1 :
Breathing)
Frekuensi 16 x/menit, Irama teratur, tidak terlihat
gerakan cuping hidung, tidak terlihat Cyanosis, tidak terlihat keringat pada
dahi, hasil thorax foto : Tidak didapatkan kelainan (normal).
(2)
Cardiovascular (B 2 :
Bleeding)
Nadi 92 X/menit
kuat dan teratur, tekanan darah 130/90 mmHg, Suhu 36 0C, perfusi
hangat. Cor S1 S2 tunggal reguler, ekstra sistole/murmur tidak ada
Hasil ECG :
Tidak didapatkan kelainan (normal).
(3)
Persyarafan (B 3 :
Brain)
Tingkat
kesadaran (GCS) Membuka mata : Spontan (4)
Verbal :
Orientasi baik (5)
Motorik :
Menurut perintah (6)
Compos Mentis :
Pasien sadar baik
(4)
Perkemihan-Eliminasi Uri
(B.4 : Bladder)
Jumlah urine
2000 cc/24 jam, warna urine kuning pekat.
Genital Hygiene
cukup bersih.
Hasil BOF :
Tidak didapatkan kelainan (normal)..
(5)
Pencernaan-Eliminasi
Alvi (B 5 : Bowel)
Peristaltik
normal, tidak kembung, tidak terdapat obstipasi maupun diare, klien buang air
besar 1 X/hari
(6)
Tulang-Otot-Integumen (B
6 : Bone)
Tidak terdapat
kontraktur maupun dikubitus
Hasil BOF :
Tidak didapatkan kelainan (normal).
Head To Toe
a.
Kepala : bentuk normal, ukuran normal, posisi simetris,
kulit kepala bersih
b.
Rambut : kebersihan cukup
c.
Mata : sklera tak icteric, konjunctiva tak anemis,
pupil isokor, refleks cahaya ada, tidak memakai alat bantu
d.
Hidung : tidak ada benda asing, tidak epistaksis, tidak
ada polip,
e.
Telinga : tidak ada kelainan.
f.
Mulut dan gigi : bibir kering, agak kering mukosa mulut
stomatatitis tidak, peradangan faring tidak
g.
Leher : Tak ada pembesaran kelenjar getah bening, tak
ada kaku kuduk
h.
Thorax : pernafasan dada, simetris, Ronchi & whezing
tidak ada
i.
Abdomen : asites tidak ada, umbilikus datar,
j.
Alat kelamin luar : bersih
k.
Anus : bersih, Bab. terakhir tgl. 30 –04-2002,
l.
Extremitas : atas dan bawah tak ada kelainan
m.
Integumen : keadaan kulit bersih, tonus baik,
turgor baik, akral hangat.
Pola
aktivitas sehari-hari
(1)
Pola Persepsi Dan Tata
Laksana Hidup Sehatan
Klien jarang
menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan, kecuali bila sangat terpaksa Klien
terbiasa meminum jamu-jamuan dan obat-obat tradisional.
(2)
Pola Nutrisi dan
Metabolisme
Klien dirumah
biasa makan 3 X/hari dengan lauk yang cukup.Klien tidak alergi makanan
tertentu. Saat ini klien selalu menghabiskan porsi makanan yang diberikan dan
minum air putih sekitar 2 – 3 liter perhari.
(3)
Pola Eliminasi
Klien buang air
besar 1 X/hari.
Klien buang air
kecil saat ini dengan menggunakan polly kateter, Jumlah urine 1200 cc/24 jam,
warna urine kuning pekat.
(4)
Pola tidur.dan Istirahat
Klien kurang
tidur baik pada waktu siang maupun malam hari. Klien tampak terganggu dengan
kondisi ruang perawatan yang ramai.
(5)
Pola Aktivitas dan
latihan
Klien biasanya
bekerja diluar rumah, tapi saat ini klien hanya beristirahat di Rumah Sakit
sambil menunggu rencana operasi.
(6)
Pola Hubungan dan Peran
Hubungan dengan
keluarga, teman kerja maupun masyarakat di sekitar tempat tinggalnya biasa
sangat baik dan akrab.
(7)
Pola Sensori dan
Kognitif
Klien mampu
melihat dan mendengar dengan baik, klien tidak mengalami disorientasi.
(8)
Pola Persepsi Dan Konsep
Diri
Klien mengalami
cemas karena Kurangnya pengetahuan tentang sifat penyakit, pemeriksaan
diagnostik dan tujuan tindakan yang diprogramkan.
(9)
Pola Seksual dan
Reproduksi
Selama dirawat
Klien tidak dapat melakukan hubungan seksual seperti biasanya.
(10) Pola mekanisme/Penanggulangan Stress dan koping
Klien merasa
sedikit stress menghadapi tindakan operasi. karena kurangnya pengetahuan
tentang Type pembedahan dan Jenis anesthesi.
(11) Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Terpasangnya
kateter memerlukan adaptasi klien dalam menjalankan ibadahnya.
Personal
Higiene
Kebiasaan di
rumah klien mandi 2 X/hari, gosok gigi 2 X/hari, dan cuci rambut 1 X/minggu.
Ketergantungan
Klien tidak
perokok, tidak minum-minuman yang mengandung alkohol.
Aspek
Psikologis
Klien terkesan
takut akan penyakitnya, merasa terasing dan sedikit stress menghadapi tindakan
operasi.
Aspek
Sosial/Interaksi
Hubungan dengan
keluarga, teman kerja maupun masyarakat di sekitar tempat tinggalnya biasa
sangat baik dan akrab. Saat ini klien terputus dengan dunia luar, kehilangan
pencari nafkah (bagi keluarganya), biaya mahal.
Aspek
Spiritual
Klien dan
keluarganya sejak kecil memeluk agama katolik, ajaran agama dijalankan setiap
saat. Klien sangat aktif menjalankan ibadah dan aktif mengikuti kegiatan agama
yang diselenggarakan oleh gereja di sekitar rumah tempat tinggalnya maupun oleh
masyarakat setempat.
Saat ini klien
merasa tergangguan pemenuhan kebutuhan spiritualnya
4. DIAGNOSTIC TEST
Laboratoriun
Darah lengkap:
-
HCT : 40,6 (L
40 – 47 P 38 – 42)%
-
Hb :14,6 mg/dl (L 13,5 – 18,0 – P 11,5 – 16,0 mg/dl)
-
LED : 29 – 52 (L
0 – 15/jam P 0 – 20/jam
-
Leukosit : 7.720 4000
– 11.000
Gula darah
-
Glukosa Puasa : 108 mg/dl (< 126
mg/dl)
-
Glukosa 2 jam pp : 128 mg/dl (< 140
mg/dl)
Faal Hati
-
Bilirubin Direk : 0,21 (< 0,25)
-
Bilirubin Total : 1,08 (< 1,00)
-
SGOT : 18,4 (L
< 37 P < 31) U/L
-
SGPT : 10,7 (L
< 40 P < 31) U/L
Faal Ginjal
-
Ureum/BUN : 8,8 mg/dl (10 – 45)
-
Serum Creatinin : 1,48 mg/dl (L : 0,9 – 1,5 P : 0,7 – 1,3)
Elektrolit
-
Natrium : 137,8 mmol/l (135 – 145 mmol/l)
-
Kalium : 4,27 mmol/l (3,5 – 5,5 mmol/l)
Analisa Data
Nama Klien : Tn. Robertus
Ruang : OK GBPT LT 4
Register : 10157280
No.
|
Data
|
Penyebab
|
Masalah
|
||
|
S. :Klien mengatakan semalam saya tidur
sering terbangun , saya membayangkan bagaimana operasi nanti, klien bertanya
di ruang premedikasi apakah ini ruang operasinya, dimana ruang operasinya,
berapa lama saya dioperasi
O. Klien kelihatan tegang saat diruang
premedikasi, Tekanan darah 130/90 mmHg. Nadi 92X/menit, RR: 16X/menit
|
Situasi/lngkungan
operasi
Ansietas/takut
Stressor
Hypothalamus
(adrena,pituitary)
Medulla
Adrenal
Peningkatan
Adrenalin
Histamin
Katekolamin
|
Ansietas
|
Diagnosa Keperawatan
Cemas berhubungan dengan situasi/lingkungan
ruang premedikasi dan operasi, ditandai dengan klien mengatakan tidur malam
sering terbangun membayangkan operasi, klien kelihatan tegang, bertanya saat di
ruang premedikasi apakah ini ruang operasinya dimana kamar operasinya, berapa
lama saya dioperasi. Nadi 92X/menit, Tekanan darah 130/90 mmHg. RR. 16X/menit.
Rencana Asuhan keperawatan
Nama Klien : Tn. Robertus
Ruang : OK GBPT LT 4
No. Register: 10157280
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan-Kriteruia hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Cemas berhubungan dengan
Situasi/lingkungan ruang premedikasi dan operasi ditandai klien mengatakan semalam tidur
saya sering terbangun membayangkan operasi, klien bertanya saat diruang
premedikasi apakah ini ruang operasinya, dimana ruang operasi dan berapa lama
dioperasi, klien kelihatan tegang saat di ruang premedikasi tekanan darah,
130/90 mmHg/ Nadi 92X/menit,RR16X/menit
|
Klien menunjukan rasa cemas berkurang
dalam waktu 30 menit sebelum operasi dengan kriteria :
Klien mampu mengungkapkan pasrah kepada
Tuhan YME.
Klien mampu mengungkapkan siap di
operasi.
Klien dapat beradaptasi saat di ruang
premedikasi maupun di OK.
Tanda-tanda vital stabil
(Tekana Darah 120/80 mmHg., Nadi
60-100X/menit, RR: 12-20X/menit, wajah rileks.
|
Mandiri :
1.
Beri penjelasan dengan
singkat dan jelas tentang ruang premedikasi dan OK.
2.
Kaji tingkat kecemasan klien.
3.
Berikan penetraman hati dan
tindakan kenyamanan:
a.
Temani klien selama di ruang
premedikasi
b.
Berikan kesempatan pada klien
mengungkapkan perasaannya
c.
Kenalkan kembali pada
kenyataan yang ada
4.
Kurangi stimulus sensori
a.
Berikan ketenangan
b.
Gunakan kalimat pendek dan
sederhana
c.
Berikan petunjuk singkat.
d.
Pusatkan pada saat ini dan
disini.
5.
Ajak klien untuk mengadakan
pendekatan spritual sesuai dengan kemampuan dan situasi
6.
Perjelas informasi dokter
tentang rencana tindakan operasi dan kemungkinan-kemungkinannya.
7.
Orientasikan klien pada ruang
operasi dan peralatannya.
8.
Minimalkan keributan dan
lalu-lalang di ruang premedikasi &OK.
9.
Tinggalah dengan pasien
selama induksi
10.
Tunjukan perhatian dan sikap
mendukung
11.
Tetap matikan lampu sampai
pasien tertidur
12.
Catat respon yang tak terduga
Kolaborasi, pemberian premedikasi: Morfin
5 mg. Dormicum 2,5 mg. SA. 0,25 mg. IM
|
Dengan penjelasan diharapkan klien dapat
mengerti
Tingkat kecemasan sebagai dasar
perencanaan perawatan
Mengurangi rasa takut
Eksplorasi perasaan dapat mengurangi
ketegangan
Suport untuk koping yang positip
Mengurangi ketegangan
Menenangkan jiwa
Mengurangi kebingungan
Mengurangi kebingungan
Penyelesaian terfokus diharapkan
mengurangi kecemasan
Mengurangi ketakutan/kecemasan.upaya
menenangkan jiwa.
Harapan klien sesuai dengan kenyataan dan
tidak menimbulkan kekecewaan.
Mengurangi kecemasan
Mengurangi kecemasan.
Mengurangi kecemasan.
Mengurangi kecemasan
Mengurangi kecemasan
Mengurangi ketegangan
|
Tindakan dan Evaluasi Preoperasi
Nama Klien : Tn. Robertus
Ruang : OK GBPT LT 4
No. Register: 10157280
Diagnosa Keperawatan Tanggal/Hari/Jam
|
Implementasi
|
Tanggal/hari/jam
|
Evaluasi
|
Cemas berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang tindakan operasi
30-04-2002 Jam
07.30
08.00
|
1.
Memberikan penjelasan tentang
ruang premedikasi dan OK.
2.
Mengkaji tingkat kecemasan
klien
3.
4.
Memberi kesempatan untuk
mengungkapkan perasaannya.
5.
Menemani klien di ruang
premedikasi
6.
Menjelaskan keadaan , tempat
sekarang.
7.
Mengajak klien untuk
mendekatkan diri kepada
Tuhan YME, dengan cara berdoa dan pasrah.
8.
Memperjelas penjelasan dokter
tentang rencana pengangkatan batu pada ginjal kanannya.
9.
Mengukur tanda-tanda vital :
nadi, 92X/menit, RR. 16X/menit
10.
Memasang sketzel agar tenang,
meminimalkan melihat kesibukan pasien lain.
Memberikan obat premedikasi sesuai dengan
catatan di status: Morfin 5 mg, Dormicum 2,5 mg, SA. 0,25 mg.
|
Selasa, 30-04-2002 Jam 08.05
|
S. : Klien mengatakan siap untuk dilakukan operasi, pasrah dan
menyerahkan sepenuhnya pada Tuhan, klien tahu ruang persiapan untuk operasi
O : wajah tenang, Nadi 88X/menit, RR, 16X/menit, Tekanan Darah
120/90 mmHg.
A.
Cemas berkurang
P. .Rencana No. 7, 9,10,11 dan 12 dilanjutkan di ruang OK, sampai
pasien diinduksi.
|
Pengkajian Intra Operatif
Jenis Operasi : TUR P
Tanggal : 30 April
2002
Pre Medikasi
: Sudah diberikan: Morfin5 mg, Dormicum 2,5 mg, SA. 0,25 mgIM.
Jenis Anestesi : General Anestesi
Golongan Operasi
: Besar
Ronde : I
Urgensi Operasi
: Elektif
Waktu Operasi
:
Operator : Dr. ……………...
Persiapan Operasi
Linen Set, terdiri dari :
1.
Doek Besar berlubang : 1 buah
2.
Doek kecil : 6 buah
3.
Baju Operasi : 1 buah
4.
Sarung penutup meja instrumen : 1 buah.
Alat Operasi Set Dasar Endourologi, terdiri dari :
1.
Doek klem 2 buah
2.
Desinfeksi klem
3.
sarung tangan/Globe 2 pasang
4.
Mangkok kecil 2 buah, satu
untuk larutan desinfektan, mangkok yang kedua diisi larutan campuran lidocain
dan jelly.
5.
Kocker 1 buah untuk mengambil
chips di luar elik.
6.
Saringan air untuk menyaring
chips
7.
cairan irigan : aquades dan
glisin.
8.
Kasa secukupnya
9.
Spuit 20 cc/Syringe uretra.
10.
Katheter Three Way 24 F.
11.
Infus set (Blood Tranfustion
Set)
12.
Jelly steril
Penunjang yang lain
1.
Tempat sampah
2.
Tempat penampung air.
3.
Standart infus.
4.
Standart irigan.
5.
Diatermie elektrode.
Teknik Pelaksanaan Trans Urethral Resection
Prostatic :
1.
Pasang foto-foto pada light
box.
2.
Setelah dilakukan anestesi
regional atau general klien diletakkan dalam posisi lithotomi.
3.
Dilakukan desinfeksi dengan
povidone jodine di daerah penis scrotum dan sebagian dari kedua paha, perut
sebatas umbilikus.
4.
Persempit lapangan operasi
dengan memasang sarung kaki dan doek kecil di bawah scrotum, doek besar
berlubang sehingga penis dan perut kelihatan.
5.
Kabel fiber optik di pasang
pada cold light fountin standar dan slang irigasi pada resevoir/tabung air atau
pada glisin.
6.
Dilatasi uretra dengan bougie
roser dari 21 sampai 29 F.
7.
Seath 24 F atau 27 F dengan
obturator dimasukkan lewat uretra sampai masuk buli-buli.
8.
Evaluasi buli-buli apakah ada
tumor, batu dan vertikel buli.
9.
Working elemen ditarik keluar
untuk mengevaluasi prostat (panjangnya prostat yang menutupi uretra dan leher
buli).
10.
Selanjutnya dilakukan reseksi
prostat sambil merawat perdarahan.
11.
Waktu reseksi paling lama 60
menit (bila menggunakan irigan aquades). Dan waktu bisa lebih lama bila
menggunakan irigan glisin. Hal ini untuk menghindari terjadinya Sindroma TUR.
12.
Chips prostat dikeluarkan
dengan menggunakan elik evakuator sampai bersih, selanjutnya dilakukan
perawatan perdarahan.
13.
Kateter Tree Way disiapkan no
24 F tetapi sebelum dipasang balon kateter diisi air 30 – 40 cc untuk
mengetahui balon kateter bocor atau tidak.
14.
Setelah selesai kateter Tree
Way no 24 F terpasang, balon kateter diisi 30 sampai 40 cc kemudian dilakukan
traksi kateter pada paha klien dengan menggunakan plaster.
15.
Dipasang Spoel Natrium Klorida
(PZ) atau Aquades pada kateter Tree Way
dengan menggunakan slang infus (blood tranfution set) dan bag urine.
16.
Posisi klien dikembalikan pada
posisi semula (sebelum posisi lithotomi).
17.
Chips prostat ditimbang untuk
mengetahui berat prostat tersebut.
18.
Alat sistoskopi dan endourologi
dibereskan
19.
Klien dirapihkan, dipindahkan
ke ruang pemulihan anestesi.lantai III
Data tambahan lain: Klien puasa sudah
kurang lebih 9 jam, tanda-tanda vital pada monitor : RR.20X/menit, Nadi
104X/menit, tekanan darah. 110/80 mmHg, perdarahan selama operasi. 200CC.,
produksi urine: selama operasi 1300CC.
Analisa Data Intra Operatif
Nama Klien : Tn. Robertus
Ruang : OK
No.
|
Data
|
Penyebab
|
Masalah
|
|||||||||
1
|
S. : tak terkaji, klien dalam pembiusan
O..: Klien dilakukan operasi menggunakan
instrumen dasar ditambah instrumen operasi TUR P
|
Tindakan
operasi
Membuka
jaringan
Menggunakan
alat-alat instrumen&perlengkapan lain
Resiko
tertinggal/cedera
|
Resiko terjadi cedera (corpus alienum)
|
|||||||||
2
|
S. Tak terkaji
O. : Perdarahan 200 CC, pasien puasa
kurang lebih 9 jam, Tekanan darah 110/80 mmHg.Nadi 104X/menit,RR 20X/menit
|
Perdarahan
selama operasi &puasa
|
Resiko kekurangan cairan
|
|||||||||
3.
|
S.: Tak terkaji
O.: Klien menggunakan alat diatermi di
pasang pada daerah betis.
|
Pemasangan alat
diatermi
Aliran
listrik
Permukaan
tubuh
Cedera
luka bakar
|
Resiko cedera luka bakar
|
|||||||||
4.
|
S. Tak terkaji
O.Narkose dihentikan Klien dilakukan
ekstubasi, terdapat banyak lendir.
|
Intubasi
Peningkatan
sekresi sekunder
|
Resiko aspirasi
|
Prioritas dan Diagnosa Keperawatan
1.
Resiko terjadi cedera (corpus
alienum) berhubungan dengan penggunaan instrumen dan pelengkapan lain selama
operasi TUR P.
2.
Resiko terjadi kekurangan
cairan berhubungan dengan pasien puasa kurang lebih 9 jam, perdarahan selama
operasi kurang lebih 200cc. Produksi urine 1300cc (selama operasi)
3.
Resiko terjadi cedera luka
bakar berhubungan dengan penggunaan alat diatermi selama operasi TUR P.
4.
Resiko terjadi aspirasi
berhubungan dengan peningkatan sekresi sekunder terhadap intubasi
Rencana Asuhan Keperawatan Intra Operatif
Nama Klien
: Tn. Robertus
Ruang : OK
Reg. : ……………...
No
|
Diagnosa
|
Tujuan-Kriteria
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Resiko terjadi cedera (corpus alienum)
berhubungan dengan penggunaan imstrumen dan perlengkapan lain selama operasi
TUR P.
|
Klien tidak mengalami cedera (corpus
alienum) selama tindakan operatif.
Dengan kriteria :
Jumlah, jenis, bentuk alat sesuai dengan
persiapan sebelum dilakukan operasi.
|
1.
Hitung dan amati perlengkapan
alat-alat instrumen, kain kasa, depers sedang, depers kacang, jarum dan
benang, kateter ureter, kateter nelaton dan perlengkapan lain, sebelum operasi dimulai
2.
Atur alat-alat secukupnya
pada meja instrumen sesuai dengan urutan kerja pelaksanaan operasi TUR P.
3.
Simpan kain kasa atau alat
yang yang sudah tidak digunakan lagi pada tempat yang telah tersedia.
4.
Kalau perlu minta bantuan
perawat umloop (sirkulasi) untuk mencatat alat atau bahan yang dipakai dalam
tubuh pasien saat operasi. Berlangsung
5.
Hitung kembali perlengkapan
alat, amati bentuk sesudah operasi selesai.
|
Mengetahui jumlah, bentuk dan kualitas
alat yang digunakan untuk operasi.
Meminimalkan cedera sekaligus memudahkan
cara kerja.
Memudahkan menghitung.
Menghindarkan tertinggalnya alat./bahan.
Koreksi ulang.
|
2.
|
Resiko terjadi kekurangan cairan
berhubungan dengan pasien puasa kurang lebih 9 jam, perdarahan selama operasi
200cc
|
Kekurangan cairan tidak terjadi. Dengan
kriteria :
a.
Turgor kulit baik
b.
Membra mukosa lembab.
Tanda vital stabil (RR: 16-20X/menit,
Nadi: 60-100 X /menit, tekanan darah 120/80 mmHg)
|
Mandiri
1.
Kaji perubahan tanda vital
melalui monitor.
2.
Kaji turgor kulit, kelembaban
membran mukosa (bibir dan lidah)
3.
Pantau masukan dan haluaran,
catat warna dan karakter urine.
Kolaborasi
4.
Berikan cairan RL 20
tetes/menit sesuai dengan program dr. anestesi..
|
Deteksi dini perubahan tanda vital
Evaluasi/observasi
kekurangan cairan
Menjaga keseimbangan
Menjaga keseimbangan cairan
|
3
|
Resiko terjadi cedera luka bakar
berhubungan dengan penggunaan alat diatermi pada betis.
|
Klien tidak mengalami cedera luka bakar
dengan kriteria :
Jaringan kulit yang tertempel plat
diatermi tidak terbakar.:
|
1.
Pastikan bahwa alat diatermi
dapat berfungsi dengan baik, (cek & recek)
2.
Tentukan daerah bagian tubuh
yang akan dipasang diatermi
3.
Pastikan aliran darah jangan
sampai terganggu.
4.
Hindari cairan membasahi
lokasi diatermi.
5.
Observasi alat diatermi 10-15
menit sekali.
6.
Lepaskan perhiasan dari loga
dan bahan dari nilon.
|
Menghindari cedera
Pemasangan yang tepat, dapat berfungsi
dengan baik
Cairan sebagai salah asatu bahan
penghantar listrik.
Penghantar arus listrik
|
4
|
Resiko terjadi aspirasi berhubungan
dengan peningkatan sekresi terhadap sekunder intubasi.
|
Klien tidak mengalami aspirasi.
Dengan kriteria :
Bunyi nafas terdengar bersih.
Ronchi tidak terdengar
Tracheal tube bebas hambatan.
|
Lakukan penghisapan dengan cara :
a.
Perhatikan tehnik aseptik,
gunakan sarung tangan steril, kateter penghisap steril
b.
Berikan oksigenasi dengan O2
100%, sebelum dilakukan penghisapan dan minimal penghisapan 4 - 5X.
c.
Masukan kateter kedalam slang
endotracheal tube dalam keadaan tidak menghisap (ditekuk) lama penghisapan
tidak lebih dari 10 detik.
d.
Atur tekanan penghisap tidak
lebih dari 100-120 mmHg.
e.
Lakukan penghisapan
berulang-ulang sampai suara nafas bersih. Lepaskan endotracheal tube dengan
mengempiskan balon terlebih dahulu
f.
Kalau perlu lakukan suction
kembali. 10 - 15 menit sekali
g.
Observasi vital sign.
|
Mencegah infeksi nosokomial.
Memberi cadangan O2, untuk menghindari
hipoksia.
Aspirasi lama dapat menimbulkan hipoksia
karena tindakan penghisapan akan mengeluarkan sekret dan O2.
Tekanan negatif yang berlebihan dapat
merusak mukosa jalan nafas, Menjamin kefektifan jalan nafas.
Membersihkan jalan nafas.
Deteksi dini peru. patologis
|
Tindakan Dan Evaluasi Intra Operatif
Nama Klien : Tn. Robertus
Ruang : Ok.
NO.
|
Diagnosa keperawatan TGl/jam
|
Implementasi
|
Tanggal /Jam
|
Evaluasi
|
1.
|
Diagnosa
1
30-04-2002
08.20
10.20
|
1.
Menyiapkan alat dan
perlengkapan operasi
2.
Menghitung dan mengamati,
memeriksa perlengkapan alat-alat operasi.
3.
Mengatur alat pada meja
operasi.
4.
Menyimpan kain kasa dan alat-yang
tidak terpakai pada tempat yang tersedia.
5.
Menghitung kembali
perlengkapan alat, mengamati bentuk.
|
30-04-2002
10.20
|
S.: Tidak dapat dikaji
O.: Alat lengkap baik jumlah, maupun
bentuknya.
A.: Resiko cedera (corpus alienum)
tidak terjadi.alat lengkap sesuai dengan persiapan waktu operasi.
P.: Rencana dihentikan.
|
|
Diagnosa
2
08.40
07.30
09.00
10.00
|
1.
Memonitor tanda-tanda vital
2.
Mengkaji turgor kulit dan
membran mukosa.
3.
Memberi cairan RL. 4 kolf
sesuai dengan instruksi dr. Anestesi (20tetes/menit)
4.
Menghitung cairan
keluar,urine (urobag) 1300 cc
|
10.25
|
S.: Tidak dapat dikaji
O.: Tekanan darah, 110/80 mmHg., Nadi.
104/menit
RR20X/menit, mukosa membaran bibir agak kering, mulut lembab,
turgor kulit baik.
RL. 2000 cc, Urine 1300 cc.
A.: Resiko keseimbangan cairan tetap
dipantau.
P.: Perencanaan diteruskan.
|
|
Diagnosa
3
07.45
07.40
08.10
08
40
|
1.
Mengecek alat diatermi
2.
Memeriksa barang logam atau
bahan nilon pada tubuh pasien
3.
Memasang plat diatermi pada
bagian betis
4.
Memasang fiksasi, pada plat
diatermi (tidak terlalu kuat)
5.
Menjaga lokasi diatermi tetap
kering.
6.
Memeriksa alat diatermi
setiap 10 - 15 menit
|
10.20
|
S.: Tidak dapat dikaji
O.: Alat diatermi terpasang dan
berfungsi baik
Pada area pemasangan plat tidak terjadi tanda-tanda luka bakar.
A.:
Cedera luka bakar tidak terjadi
P.: Rencan dihentikan.
|
4.
|
Diagnosa
4
10.20
10.25
|
Melakukan penghisapan/suction pada
endotracheal tube
Melepaskan endorakheal tube (ekstubasi)
Memberikan oksigen 6L/menit, sampai nafas
spontan dan pasien dipindah ke ruang pemulihan anestesi.
|
10.30
|
S.: Tidak dapat dikaji
O.: Bunyi nafas bersih ronchi -/-,
tracheal tube bebas hambatan.
A.:
Resiko aspirasi tidak terjadi
P.: Perencanaan dilanjutkan/observasi
sampai pasien ke ruang pemulihan anestesi.
|
Pengkajian Pemulihan Pasca Anestesi
Nama Klien
: Tn. Robertus
Ruang :Pemulihan Anestesi/Jam ………..
Jam/tanggal
: 30 April2002/…………
1.
Keadaan Umum ;
Klien dalam keadaan lemah, kesadaran
samnolen, GCS:3-4-6 sudah dilakukan ekstubasi di OK. menggunakan oksigen
6l/menit, tidur terlentang dengan kepala ekstensi, terpasang infus RL( sisa
dari OK.), terpasang dower kateter.
2.
Body System:
- Breathing :
Pernafasan
spontan, pergerakan dada simetris, tidak sianotik, RR:20X/menit(monitor ),
teratur, suara nafas bersih, tidak terdengar ronchi ataupun wheezing.
- Kardiovaskuler
Bentuk
precordium simetris, bunyi jantungS1, dan S2 tunggal, reguler, tidak terdengar
bising jantung TD: 110/80mmHg., nadi 88X/menit,akral hangat
- Persyarafan
Kesadaran
samnolen,GCS: 3-4-6, klien belum merasakan nyeri pada daerah operasi.
- Eliminasi urine
Produksdi urine
1350 CC ( . - . ),
- Muskuloskeletal
Tangan kanan
terpasang infus, klien belum mampu bergerak atif, turgor baik
- Sistem digestif
Bising usus
positip, klien masih puasa, bibir agak kering.
- Integumen
Tidak terdapat
tanda perdarahan.
Analisa Data
No
|
Data
|
Penyebab
|
Masalah
|
1.
|
S, :Tidak terkaji.
O. : Klien post operasi TUR P, dengan
general anestesi( Pentotal, N2O, Halothan dan Norcuron) kesadaran samnolen,
GCS: 3-4-6, TD.110/80 mmHg. Nadi 88X/menit, RR 20X/menit) nafas spontan.
|
.Efek
Genaral anestesi
|
Resiko terhadap perubahan fungsi
pernafasan dan sirkulasi..
|
Diagnosa keperawatan
Resiko terhadap perubahan fungsi pernafasan
dan sirkulasi berhubungan dengan efek general anestesi
Rencana Asuhan keperawatan
Nama Klien : Tn. Robertus
Ruang Pemulihan Pasca anestesi
Diagnosa
|
Tujuan-Kriteria
|
Intervensi
|
Rasional
|
Resiko terjadi perubahan fungsi
pernafasan dan sirkulasi berhubungan dengan efek narkose (GA)
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan resiko perubahan fungsi kardiopulmonal tidak
terjadi.
Kriteria :
a. Klien sadar, GCS 4-5-6
b. Tanda-tanda vital stabil (Tekanan
darah; 110-120/80-90 mmHg., Nadi 60-100X/menit. RR16-20X/menit,
c.
Nafas spontan
d. Akral hangat
e. Klien tidak sianotik
|
1.
Atur posisi dan berikan posisi
ekstensi pada kepala, sampai pasien sadar.
2.
Monitor vital sign (Tekanan
darah, nadi RR, dan suhu )
3.
Monitor tingkat kesadaran.
4.
Berikan O2 masker
6l/menit.(sesuai dengan program terapi dr.anestesi)
5.
Kaji patency jalan nafas
dengan meletakan tangan diatas mulut atau hidung.
6.
Kaji keadekuatan ekspansi
paru., pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafsan
7.
Kaji sirkulasi darah, nadi,
dan suara jantung.
8.
Kaji sirkulasi perifer
(kualitas denyut, warna dan temperatur)
|
Mencegah
aspirasi pada waktu muntah
Deteksi dini perubahan patologis.
Berurangnya efek narkose.
Membantu oksigenasi
Perubahan pernafasan sebagai tanda
depresi narkotic
Retraksi sternal efek anestesi yang
berlebihan.
Penurunan tekanan darah, nadi dan
kelainan suara jantung sebagai tanda depresi miokard.
Perubahan sirkulasi perifer sebagai tanda
gangguan sirkulasi.
|
Tindakan dan Evaluasi Pasca Pemulihan
Anestesi
Nama Klien
: Tn. Robertus
Ruang : OK
Reg. : ……………...
Diagnosa Kep.
|
Jam/Implementasi
|
Tanggal/jam
|
Evaluasi
|
Resiko terjadi perubahan pada fungsi
pernafasan dan sirkulasi berhubungan dengan efek narkose umum.
|
10.40. Mengkaji patency jalan nafas,dan Memberikan oksigen 6
l/menit s/d program terapi.
10.45. Mempertahankan posisi ekstensi pada kepala.
10.50. memonitor vital sign( tekanan darah, nadi, suhu, dan RR.)
11.00. Inspeksi & auskultasi pada rongga dada
11.20. Memantau sirkulasi perifer
11.45. Monitor tingkat kesadaran(klien sadar)
|
30-04-2002
11.45
|
S.: Klien mengeluh agak pusing.
O.: Klien sadar, GCS;4-5-6, Tekana
darah 110/80mmHg.
Nadi.88X/menit,
RR. 16X/menit, suhu, 36.8C, akral hangat, klien tidak sianotik, nafas
spontan.
A.: Resiko perubahan pada pernafasan dan sirkulasi tidak terjadi
P.: Rencana diteruskan no.5,6 7 dan 8 sampai pasien benar-benar
sadar .
|
terimakasih informasinya, lengkap dan membantu sekali
BalasHapushttp://acemaxsshop.com/obat-tradisional-kanker-prostat/