BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Leukemia
II.1.1 Epidemologi
Insidensi Leukemia di Amerika adalah 13 per 100.000 penduduk /tahun
( Wilson, 1991 ) . Leukemia pada anak berkisar pada 3 – 4 kasus per 100.000
anak / tahun . Untuk insidensi ANLL di Amerika Serikat sekitar 3 per 200.000
penduduk pertahun. Sedang di Inggris, Jerman, dan Jepang berkisar 2 – 3 per
100.000 penduduk pertahun ( Rahayu, 1993, cit Nugroho, 1998 ) . Pada sebuah
penelitian tentang leukemia di RSUD Dr. Soetomo/FK Unair selama bulan Agustus-Desember
1996 tercatat adalah 25 kasus leukemia akut dari 33 penderita leukemia. Dengan
10 orang menderita ALL ( 40% ) dan 15 orang menderita AML (60 %)
( Boediwarsono, 1998 ) .
II.1.2 Etiologi
Penyebab leukemia sampai sekarang belum jelas, tapi beberapa faktor
diduga menjadi penyebab, antara lain :
- Genetik
a.
keturunan
a.1. Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan
kongenital, diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia, sindroma
Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von
Reckinghausen, dan neurofibromatosis ( Wiernik, 1985; Wilson, 1991 ) .
Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan
informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group
Trisomy, atau pola kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy .
a.2 Saudara
kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada
kembar identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama
kelahiran . Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia yang
sangat tinggi ( Wiernik,1985 ) .
b.
Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan
kerusakan kromosom dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang
dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut, khususnya ANLL (
Wiernik,1985; Wilson, 1991 ) .
2. Virus
Dalam
banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus menyebabkan leukemia
pada hewan termasuk primata .
Penelitian pada manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada
sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal
dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada
hewan. ( Wiernik, 1985 ) . Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan
leukemia pada manusia adalah Human T-Cell Leukemia . Jenis leukemia yang
ditimbulkan adalah Acute T- Cell Leukemia
. Virus ini ditemukan oleh Takatsuki dkk ( Kumala, 1999 ) .
3. Bahan Kimia dan Obat-obatan
a. Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia ( misal : benzen )
dihubungkan dengan peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang
sepatu yang sering terpapar benzen. ( Wiernik,1985; Wilson, 1991 )
Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan
resiko tinggi dari AML, antara lain : produk – produk minyak, cat , ethylene oxide, herbisida, pestisida,
dan ladang elektromagnetik ( Fauci, et.
al, 1998 ) .
4. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik ( misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II ) dapat
mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML . Kloramfenikol,
fenilbutazon, dan methoxypsoralen
dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum tulang
yang lambat laun menjadi AML ( Fauci, et. al, 1998 ) .
5. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia ( ANLL )
ditemukan pada pasien-pasien anxylosing
spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus lain seperti
peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari ledakan
bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang
mendapat terapi radiasi misal :
pembesaran thymic, para pekerja
yang terekspos radiasi dan para
radiologis .
6. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit
malignansi lain disebut Secondary Acute
Leukemia ( SAL ) atau treatment
related leukemia . Termasuk diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma,
dan kanker payudara . Hal ini disebabkan karena obat-obatan yang digunakan
termasuk golongan imunosupresif selain
menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan DNA .
II.1.4. Klasifikasi Leukemia Akut
Berdasarkan klasifikasi French American British ( FAB ),
leukemia akut terbagi menjadi 2 ( dua ), Acute Limphocytic Leukemia (
ALL ) dan Acute Myelogenous Leukemia (AML).
ALL sendiri terbagi menjadi 3, yakni :
-
L1
Sel-sel leukemia terdiri dari limfoblas yang homogen dan
L1 ini banyak menyerang anak-anak.
-
L2
Terdiri dari sel sel limfoblas yang lebih heterogen bila
dibandingkan dengan L1. ALL jenis ini sering diderita oleh orang dewasa.
-
L3
Terdiri dari limfoblas yang homogen, dengan
karakteristik berupa sel Burkitt.
Terjadi baik pada orang dewasa maupun anak-anak dengan prognosis yang buruk .
AML terbagi menjadi 8 tipe :
-
Mo ( Acute Undifferentiated
Leukemia )
Merupakan bentuk paling tidak matang dari AML, yang juga disebut sebagai AML
dengan diferensiasi minimal .
-
M1 ( Acute Myeloid Leukemia tanpa maturasi )
Merupakan leukemia mieloblastik klasik yang terjadi
hampir seperempat dari kasus AML. Pada AML jenis ini terdapat gambaran azurophilic
granules dan Auer rods. Dan sel leukemik dibedakan menjadi 2 tipe,
tipe 1 tanpa granula dan tipe 2 dengan granula, dimana tipe 1 dominan di M1 .
-
M2 ( Akut Myeloid Leukemia
)
Sel leukemik pada M2 memperlihatkan kematangan yang
secara morfologi berbeda, dengan jumlah granulosit dari promielosit yang
berubah menjadi granulosit matang berjumlah lebih dari 10 % . Jumlah sel
leukemik antara 30 – 90 %. Tapi lebih
dari 50 % dari jumlah sel-sel sumsum tulang di M2 adalah mielosit dan
promielosit .
-
M3 ( Acute Promyelocitic
Leukemia )
Sel leukemia pada M3 kebanyakan adalah promielosit
dengan granulasi berat, stain mieloperoksidase + yang kuat. Nukleus bervariasi
dalam bentuk maupun ukuran, kadang-kadang berlobul . Sitoplasma mengandung
granula besar, dan beberapa promielosit mengandung granula berbentuk seperti debu . Adanya Disseminated
Intravaskular Coagulation ( DIC ) dihubungkan dengan granula-granula
abnormal ini .
-
M4 ( Acute Myelomonocytic
Leukemia )
Terlihat 2 ( dua
) type sel, yakni granulositik dan monositik , serta sel-sel leukemik lebih
dari 30 % dari sel yang bukan eritroit. M4 mirip dengan M1, dibedakan dengan
cara 20% dari sel yang bukan eritroit
adalah sel pada jalur monositik, dengan tahapan maturasi yang
berbeda-beda.
Jumlah monosit pada darah tepi lebih dari 5000 /uL. Tanda lain dari
M4 adalah peningkatan proporsi dari eosinofil di sumsum tulang, lebih dari 5%
darisel yang bukan eritroit, disebut dengan M4 dengan eoshinophilia.
Pasien–pasien dengan AML type M4
mempunyai respon terhadap kemoterapi-induksi standar.
-
M5 ( Acute Monocytic Leukemia
)
Pada M5 terdapat lebih dari 80% dari sel yang bukan eritroit adalah
monoblas, promonosit, dan monosit. Terbagi menjadi dua, M5a dimana sel monosit dominan adalah monoblas,
sedang pada M5b adalah promonosit dan monosit. M5a jarang terjadi dan hasil
perawatannya cukup baik.
-
M6 ( Erythroleukemia )
Sumsum tulang terdiri lebih dari 50% eritroblas dengan derajat
berbeda dari gambaran morfologi Bizzare. Eritroblas ini mempunyai gambaran morfologi abnormal
berupa bentuk multinukleat yang raksasa. Perubahan megaloblastik ini terkait dengan maturasi
yang tidak sejalan antara nukleus
dan sitoplasma . M6 disebut Myelodisplastic Syndrome ( MDS ) jika
sel leukemik kurang dari 30% dari sel yang bukan eritroit . M6 jarang terjadi
dan biasanya kambuhan terhadap kemoterapi-induksi standar .
-
M7 ( Acute Megakaryocytic Leukemia )
Beberapa sel tampak berbentuk promegakariosit/megakariosit.
( Yoshida, 1998; Wetzler dan Bloomfield,
1998 )
II.1.5 Manifestasi Klinis
leukemia Akut
Gejala klinis yang paling
sering dijumpai adalah :AnemiaDemamPerdarahan , purpura, epistaksis ( sering ),
hematoma, infeksi oropharingeal, pembesaran nodus limfatikus, lemah ( weakness
), faringitis, gejala mirip flu ( flu like syndrome ) yang merupakan
manifestasi klinis awal, splenomegali,
hepatomegali, limfadenopati,
ikterus ( Cawson 1982; De Vita Jr.,1985, Archida, 1987; Lister, 1990; Rubin,1992 ) .
Manifestasi dalam mulut penderita leukemia akut akan dibahas pada II.2 .
II.1.6 Patogenesa Leukemia Akut
Manifestasi klinis penderita leukemia akut disebabkan adanya
penggantian sel pada sumsum tulang oleh sel leukemik , menyebabkan gangguan
produksi sel darah merah . Depresi produksi platelet yang menyebabkan purpura
dan kecenderungan terjadinya perdarahan . Kegagalan mekanisme pertahanan
selular karena penggantian sel darah putih oleh sel lekemik, yang menyebabkan
tingginya kemungkinan untuk infeksi . Infiltrasi sel-sel leukemik ke
organ-organ vital seperti liver dan
limpa oleh sel-sel leukemik yang dapat
menyebabkan pembesaran dari organ-organ tersebut . ( Cawson, 1982 )
II.1.7 Diagnosa Leukemia Akut
Penegakan diagnosa leukemia akut dilakukan dengan
berdasarkan pada anamnesa , pemeriksaan klinis , pemeriksaan darah dan
pemeriksaan sumsum tulang pada beberapa kasus . Pada pemeriksaan darah, sel
darah putih menunjukkan adanya kenaikan jumlah, penurunan jumlah, maupun
normal, pemeriksaan trombosit menunjukkan penurunan jumlah, pemeriksaan
hemoglobin menunjukkan penurunan nilai (
De Vita Jr, 1993 ), pemeriksaan sel darah merah menunjukkan penurunan jumlah
dan kelainan morfologi ( Cawson, 1982
;De Vita Jr, 1993 ), adanya sel leukemik sejumlah 5 % cukup untuk mendiagnosa
kelainan darah sebagai leukemia, tapi sering dipakai nilai yang mencapai 25 %
atau lebih ( Altman J.A.,1988 cit De Vita
Jr, 1993 ) . Pemeriksaan dengan pewarnaan Sudan Black, PAS, dan
mieloperoksidase untuk pembedaan AML dan ALL, ( De Vita Jr,
1993 ; Boediwarsono, 1996 ; Yoshida, 1996 ) .
II.2 Kelainan Rongga Mulut
Yang Berhubungan Dengan Leukemia Akut
Kelainan rongga mulut disini adalah kelainan – kelainan yang timbul
pada rongga mulut penderita leukemia akut, diantaranya adalah :
II.2.1.
Pembengkakan gusi
Pembengkakan
gusi berupa pembengkakan papila dan margin gusi. Pembengkakan ini terjadi
akibat infiltrasi sel leukemik di dalam lapisan retikular mukosa mulut , di
buktikan dari hasil biopsi dan FNAB mukosa rongga mulut ( Nugroho, 1991 ;
Berkovitz 1995 ) . Mukosa mulut yang
mengalami infiltrasi sel leukemik adalah
mukosa yang sering mengalami trauma minor, misal mukosa sepanjang garis
oklusi, palatum, lidah dan sudut mulut (
Rusliyanto, 1986; Glickman, 1958 cit Berkovitz 1995 ) . Gejala ini ditemukan
pada 14,28 % penderita leukemia ( Archida, 1987 ) dan khas pada leukemia
monositik dan mielomonositik akut ( Rusliyanto, 1980; Wiernik, 1985 ;
Berkovitz, 1995 ) . Pembesaran gusi ini juga diduga diakibatkan oleh inflamasi
kronis yang disebabkan oleh plak, berupa inflamasi karena gingivitis
kronis derajat ringan yang juga ditemui
pada gusi yang sehat secara klinis (
Widjaja, 1992; Moughal et al, 1991 cit Berkovitz 1995 ) .
II.2.2.
Perdarahan
Perdarahan pada kasus leukemia bisa berupa
petekie, ekimosis maupun perdarahan
spontan ( Lister, 1990 ) . Sering terjadi pada kasus-kasus leukemia akut yang
disertai penurunan jumlah trombosit ( trombositopeni ) serta keabnormalan
morfologi dan fungsi trombosit ( Widmann, 1995 ) . Trombosit merupakan komponen
penting dalam proses pembekuan darah, yaitu berfungsi untuk membentuk sumbat
trombosit . Sumbat trombosit berasal
dari agregrasi trombosit yang menutup
robekan pembuluh darah . Trombosit juga berperan terhadap aktivasi fibrinogen
menjadi fibrin yang merupakan sumbat tetap dalam proses pembekuan darah .
Penurunan jumlah trombosit ( trombositopeni ) serta keabnormalan morfologi dan
fungsi trombosit akan mengakibatkan kecenderungan perdarahanan ( Guyton, 1994;
Ganiswara, 1995 ) . Perdarahan diakibatkan juga karena kerusakan pembuluh darah
. Kerusakan pembuluh darah diakibatkan oleh rupturnya kapiler . Darah
meningkatnya viskositasnya akibat adanya sel leukemik dengan konsentrasi tinggi
. Kondisi ini menyebabkan tekanan intra kapiler darah meningkat . aliran darah
yang seharusnya ke sisi bertekanan
rendah terhalang karena infiltrasi sel leukemik yang membentuk emboli . Penghentian
aliran darah dengan viskositas dan tekanan tinggi ini menyebabkan pembuluh
darah kapiler ruptur ( Wiernik, 1985 ) . Kebersihan rongga mulut yang buruk, jaringan periodontal yang tidak
sehat dan iritasi lokal diduga menjadi penyebab lain dari perdarahan rongga
mulut ( Wezler, 1991; Nugroho 1998 ) .
Kondisi lokal rongga mulut yang buruk, dapat menyebabkan keradangan dan
berakibat mudah terjadi perdarahan .
II.2.3. Ulserasi
Ulserasi pada rongga mulut penderita
leukemia akut diduga disebabkan karena adanya kegagalan mekanisme pertahanan
tubuh . Neutrofil mengalami penurunan fungsi berupa kegagalan fagositosis dan
migrasi . Pada kondisi ini trauma yang kecil pun dapat menyebabkan terjadinya
ulser ( Rusliyanto, 1986 ) .
Jumlah sel leukemik yang banyak pada darah tepi dapat
menyebabkan statis pembuluh darah kecil sehingga terjadi anemia ( Burket, 1940
cit Berkovitz , 1995, Sinrod, 1957 cit Berkovitz , 1995 ; Bodey, 1971 cit Berkovitz , 1995 ; Segelman dan Doku, 1977,
cit Berkovitz , 1995 ) selanjutnya terjadi nekrosis dan ulkus ( Rusliyanto,
1986 ) .
II.2.4. Limfadenopati
limfadenopati berupa pembesaran kelenjar limfe, terjadi
akibat adanya infiltrasi sel leukemik ke dalam kelenjar limfe ( Lister, 1990;
Rusliyanto, 1986; Berkovitz, 1995; ) dan
juga diduga adalah limfadenitis reaktif sebagai proses pertahanan tubuh
terhadap tubuh terhadap radang yang merupakan proses fisiologis tubuh ( Rubbins
dan Khumar, 1992 ) . Menurut Guyton et. al. ( 1994 ) limfadenopati ini juga
terjadi akibat adanya proses hematopoeisis ekstra medular pada nodus limfatikus
. Hematopoesis yang pada usia dewasa seharusnya terjadi pada sumsum tulang,
terganggu karena sel leukemik dari proses multiplikasi sel prekursor leukemik
mempunyai masa hidup yang lebih lama, menginfiltasi sumsum tulang serta
mendesak sel-sel normal . Pernyataan Guyton ini didukung oleh W.F. Ganong (
1995 ) yang menyatakan bahwa
hematopoesis ekstra medular dapat terjadi pada usia dewasa akibat adanya
penyakit yang menyebabkan fibrosis atau kerusakan sumsum tulang . Pembesaran
ini mampu mencapai ukuran sebesar telur
ayam ( Pitojo S, 1992 ) .
II.2.5. Infeksi
Infeksi sangat sering terjadi pada penderita
leukemia akut, baik infeksi jamur, bakteri maupun infeksi virus . Kondisi ini
diakibatkan oleh kegagalan mekanisme pertahanan tubuh untuk menanggulangi
infeksi . Pada penderita leukemia akut terjadi neutropenia ( Barret, 1986 )
dan neutrofil itu sendiri mengalami penurunan fungsi berupa
kegagalan fagositosis dan migrasi ( Rusliyanto, 1986; Berkovitz, 1995 ) .
Infeksi jamur yang paling banyak dijumpai adalah infeksi jamur Candida Albicans yang mencapai 60 % pada
penderita ALL ( Reskiasih, 2000 ) . Infeksi jamur kandida secara klinis dapat
dijumpai berupa lesi putih maupun lesi merah . Lesi putih berupa warna yang
lebih putih dari jaringan disekelilingnya, lebih tinggi dari sekitarnya, lebih
kasar atau memiliki tekstur yang berbeda dari jaringan normal yang ada di
sekelilingnya . Lesi putih -ini bisa merupakan lesi yang keratotik atau non
keratotik berdasarkan kemudahan diangkat dengan gosokan atau kerokan lembut .
Lesi yang sulit / tidak bisa diangkat dengan gosokan atau kerokan lembut
dianggap sudah melibatkan penebalan
epitel mukosa dan mungkin sebagai akibat
dari mengangkatnya ketebalan
lapisan yang berkeratosis ( hiperkeratosis ) dan disebut lesi keratotik. Lesi
yang mudah diangkat dan seringkali
menimbulkan suatu daerah yang kasar atau sedikit kemerahan dari mukosa bisa
berupa debris atau peradangan pada pseudomembranous mukosa mulut yang disebut lesi non keratotik. Lesi akibat
infeksi jamur Kandida seringkali dikaitkan dengan keradangan pada
pseudomembranous mukosa atau ikut berperan dalam etiologi lesi hiperkeratotik
walaupun dapat berupa lesi putih yang disertai lesi hipokeratotik . Infeksi
jamur yang lain dapat berupa angular cheilitis, dan median rhomboid glossitis ( Brightment, 1993 ) . Infeksi bakteri
gram negatif yang menyebabkan pneumonia sangat sering terjadi . Dan
satu-satunya tanda klinis yang biasa dijumpai adalah demam ( Wiernik; 1985 ) .
Infeksi virus yang sering ditemui adalah infeksi Herpes Zoster yang mempunyai
prosentase cukup tinggi yaitu 40 % pada penderita leukemia akut jenis AML
dan 30 % leukemia akut jenis ALL (
Barret,1986 ) . Salah satu komplikasi
infeksi, yaitu sepsis merupakan penyebab kematian terbesar pada penderita
leukemia akut yang mencapai 52,63 % (
Archida, 1987 ) .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar